Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.
Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam, Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, Yang Menguasai Hari Pembalasan. Hanya kepada-Mu kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, adalah sebuah keniscayaan bagi kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mentauhidkan Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya. Karena itulah tujuan hidup setiap insan di alam dunia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)
Ibadah merupakan hak khusus milik Allah, tidak ada yang berhak mendapatkan penghambaan kecuali Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas setiap hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah memerintahkan segenap manusia untuk menujukan ibadah kepada-Nya semata. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21)
Hamba yang ingin berjumpa dengan Allah dalam keadaan selamat maka dia harus menjauhkan syirik dari kehidupannya. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Syirik adalah malapetaka terbesar dalam kehidupan umat manusia. Karena syirik itulah yang akan menghancurkan semua amal kebaikan yang pernah mereka lakukan. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Pelaku syirik telah menabuh genderang permusuhan kepada Allah -Rabb Yang menguasai alam semesta- dan dia telah mendaftarkan dirinya sebagai calon penghuni tetap api neraka yang menyala-nyala. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Ma-idah : 72)
Lantas siapakah yang bisa diharapkan untuk menolong apabila Allah telah menolak untuk menolong seorang hamba? Siapakah yang bisa memberikan bantuan kepada orang yang tertimpa musibah apabila Allah telah berpaling darinya dan tidak mau mengabulkan permohonannya?!
Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu menyeru/berdoa kepada selain Allah; sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat ataupun bahaya kepadamu. Apabila kamu tetap melakukannya sesungguhnya kamu dengan begitu telah termasuk golongan orang-orang yang zalim. Dan apabila Allah timpakan kepadamu suatu marabahaya, maka tidak ada yang bisa menyingkap musibah itu kecuali Dia.” (Yunus : 106-107)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidaklah kita ragu bahwa Allah Mahamampu untuk mengangkat segala bentuk musibah dan bencana yang menimpa manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Atau siapakah -selain Allah- yang mampu memenuhi permintaan orang yang dalam keadaan terjepit ketika dia memanjatkan doa kepada-Nya, dan siapakah yang mampu menyingkapkan keburukan/musibah itu.” (an-Naml : 62)
Bahkan orang-orang musyrik terdahulu pun meyakini bahwa hanya Allah yang bisa memberikan pertolongan kepada mereka dalam kondisi terancam bahaya dan terjepit. Oleh sebab itulah orang-orang musyrik terdahulu berdoa kepada Allah semata ketika berada dalam keadaan susah dan genting seraya memurnikan doanya untuk Allah (lihat Ibthal at-Tandid, hlm. 87)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan apabila menimpa manusia suatu marabahaya mereka pun berdoa kepada Rabbnya seraya inabah/kembali kepada-Nya. Kemudian ketika Allah berikan dari-Nya sebagian rahmat tiba-tiba sebagian dari mereka pun kembali berbuat kemusyrikan kepada Rabbnya.” (ar-Rum : 33). Allah juga berfirman (yang artinya), “Maka apabila mereka/orang-orang musyrik itu naik di atas kapal maka mereka pun berdoa kepada Allah dengan memurnikan agama/doa untuk-Nya, tetapi ketika Allah selamatkan mereka ke daratan tiba-tiba mereka pun kembali melakukan kesyirikan.” (al-’Ankabut : 65)
Ayat-ayat yang gamblang ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa sikap kaum musyrikin terdahulu apabila tertimpa musibah maka mereka kembali kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Sebagaimana dikisahkan oleh Muhammad bin Ishaq dari Ikrimah bin Abu Jahal yang mengisahkan bahwa orang-orang musyrik kala itu ketika berada di atas kapal dan terancam oleh badai/ombak lautan mereka mengatakan, “Wahai kaum, murnikanlah untuk Rabb kalian permintaan/doa kalian. Karena tidak ada yang bisa menyelamatkan dalam keadaan ini kecuali Dia (Allah).” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 6/160 cet. at-Taufiqiyah)
Allah pun telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan apabila menimpa kalian suatu marabahaya/musibah di tengah lautan maka lenyaplah semua sesembahan yang kalian seru kecuali Dia, maka ketika Allah selamatkan kalian ke daratan ternyata kalian pun berpaling. Dan adalah manusia itu orang yang sangat ingkar.” (al-Israa’ : 67)
Hal ini semakin menjelaskan kepada kita bahwa keadaan kaum musyrikin masa lalu ketika terjepit dan dilanda musibah berat mereka tidak berdoa kecuali kepada Allah dan tidak memohon pertolongan dan keselamatan kecuali kepada-Nya. Maka kita sungguh merasa prihatin sedalam-dalamnya apabila ada diantara kaum muslimin di masa kini yang justru melakukan syirik atau berdoa kepada selain Allah untuk mengangkat musibah yang menimpa mereka. Sungguh ini adalah musibah yang sangat besar, lebih besar dan lebih mengerikan daripada wabah virus yang melanda berbagai belahan dunia… Kita berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan dari pedihnya hukuman-Nya…
Apabila kaum musyrikin jahiliyah berdoa kepada Allah semata dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan demi mendapatkan keselamatan dari ancaman bahaya maka sungguh mengherankan ada sebagian orang yang mengaku muslim pada hari ini justru menempuh sebab-sebab yang dilarang oleh agama atau tidak ada dasarnya sama sekali dengan alasan menolak bala ketika musibah ini kian terasa berat dan wabah merembet kemana-mana, wallahul musta’an…
Orang musyrik jahiliyah tidak minta bantuan dukun untuk melindungi mereka dalam situasi genting dan tertimpa bahaya, bahkan mereka buang berhala dan patung mereka ke lautan. Orang musyrik jahiliyah tidak membuat ramuan atau sesaji atau masakan khusus dengan alasan mengandung filosofi tertentu guna menolak bencana! Orang musyrik jahiliyah ketika diterpa ombak dan badai di tengah lautan justru berdoa kepada Allah semata! Mereka juga tidak membuat perantara-perantara dalam doanya apakah itu berupa benda, makanan, pusaka, atau patung; karena mereka yakin bahwa hanya Allah yang bisa menyelamatkan dirinya! Allah Mahakaya dan tidak membutuhkan apa-apa dari makhluk-Nya, bahkan kita ini semua fakir di hadapan-Nya…
Subhanallah; Mahasuci Allah… Ketika musibah Corona (COVID – 19) telah meluas ke berbagai daerah, kita tentu merasa prihatin dan waspada. Karena ia mengancam keselamatan dan kesehatan manusia. Lantas bagaimana lagi kekhawatiran kita dan keprihatinan kita ketika musibah aqidah dan bencana syirik ini menimpa sebagian kaum muslimin -dengan mengatasnamakan budaya dan tradisi- bukankah ini adalah bencana di atas bencana!!